KebudayaanJawa : Jenis, Contoh dan Sejarahnya. Kebudayaan Jawa merupakan hasil pemikiran orang Jawa yang dituangkan menjadi tradisi yang terus dipertahankan hingga saat ini. Kebudayaan Jawa secara garis besar terbagi menjadi tiga kebudayaan yang meliputi kebudayaan Jawa Tengah, kebudayaan D.I. Yogyakarta, dan kebudayaan Jawa Timur.
Mengenal Pakaian Adat Daerah Istimewa Yogyakarta Beserta Gambar dan Keunikannya – Yogyakarta adalah provinsi di Indonesia yang memiliki beragam kebudayaan, mulai dari kearifan lokalnya hingga pakaian adatnya. “Jogja istimewa” bukan hanya istilah, karena memang betul Jogja sangat istimewa baik dari segi budayanya, alamnya yang indah, keramahan warganya hingga sejarahnya. Yogyakarta memiliki banyak julukan mulai dari Kota Pelajar, Kota Wisata, Kota Perjuangan, Kota Gudeg, Kota Berhati Nyaman, Kota Murah Meriah, Kota Seniman dan banyak lagi. Dan mari hari ini kita membahas tentang pakaian adat Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki keunikan dan ciri khas budaya Yogyakarta. Pakaian Adat Daerah Istimewa YogyakartaDaftar IsiPakaian Adat Daerah Istimewa YogyakartaMengenal Nama Pakaian Adat Yogyakarta1. Pakaian Adat Surjan Yogyakarta2. Pakaian Adat Kebaya Yogyakarta3. Pakaian Adat Sabukwala4. Pakaian Adat Peranakan5. Pakaian Adat Kasatrian Ageng6. Pakaian Adat Paes Ageng Jangan Menir Daftar Isi Pakaian Adat Daerah Istimewa Yogyakarta Mengenal Nama Pakaian Adat Yogyakarta 1. Pakaian Adat Surjan Yogyakarta 2. Pakaian Adat Kebaya Yogyakarta 3. Pakaian Adat Sabukwala 4. Pakaian Adat Peranakan 5. Pakaian Adat Kasatrian Ageng 6. Pakaian Adat Paes Ageng Jangan Menir farhanabas Sebagai warga negara Indonesia, sepatutnya kita bangga karena Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang hingga kini tetap dijaga dengan sangat baik. Ada banyak sekali yang dapat dibahas tentang Jogja. Yogyakarta kaya akan budaya, sejarah, tempat wisata, kuliner yang khas dan banyak lagi. Kali ini, Mamikos ingin sekali membahas Jogja dari Pakaian adatnya yang pastinya memiliki keunikan dan ciri khas budaya Yogyakarta. Lalu apa saja sih keunikan yang dimiliki pakaian adat Daerah Istimewa Yogyakarta? Yuk mari simak penjelasan kami dibawah ini. Mengenal Nama Pakaian Adat Yogyakarta Seperti yang kita tahu bahwa pakaian adat adalah pakaian tradisional yang dikenakan dalam kehidupan sehari-hari atau pakaian tradisional yang dikenakan pada acara-acara tertentu seperti pernikahan, upacara keagamaan dan lain sebagainya. Di era modern ini, pakaian adat umumnya tidak digunakan untuk pakaian sehari-hari, karena masyarakat lebih suka memakai pakaian modern. Meskipun begitu, masih banyak daerah di Indonesia yang warganya masih tetap menggunakan pakaian adatnya untuk pakaian keseharian, misalnya suku Baduy yang menggunakan pakaian adatnya untuk pakaian sehari-hari. Dan masyarakat di beberapa wilayah Yogyakarta juga masih ada yang memakai pakaian adat sebagai pakaian keseharian mereka, khususnya di desa-desa Yogyakarta. Pakaian adat Yogyakarta memiliki keunikan tersendiri, mulai dari penanda status sosial, simbol adat istiadat hingga identitas suku Jawa yang mana masyarakat Yogyakarta adalah suku Jawa. Pakaian adat Yogyakarta tidak hanya dipakai pada acara-acara tertentu saja, pakaian adat juga menjadi pakaian dinas di keraton Jogja. Para abdi dalem menggunakan pakaian adatnya setiap hari. Tidak jarang juga, pakaian adat Jogja dikenakan oleh pemandu wisata di Jogja misalnya saja di tempat wisata pengelaran budaya, keraton Yogyakarta, destinasi candi-candi di Jogja hingga tempat-tempat bersejarah. Yogyakarta menjadi daerah yang memiliki banyak pakaian adat. Pakaian adat Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi menjadi 3 jenis. Yaitu pakaian adat untuk sehari hari, pakaian upacara adat serta pakaian adat upacara pernikahan. Berikut nama-nama pakaian adat Daerah Istimewa Yogyakarta Pakaian Adat Surjan Yogyakarta Pakaian Adat Kebaya Yogyakarta Pakaian Adat Sabukwala Pakaian Adat Peranakan Pakaian Adat Kasatrian Ageng Pakaian Adat Paes Ageng Jangan Menir Pakaian Adat Paes Ageng Kebesaran 1. Pakaian Adat Surjan Yogyakarta Pakaian adat Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama adalah Surjan yang merupakan pakaian tradisional yang dipakai untuk sehari-hari. Surjan adalah pakaian tradisional Yogyakarta yang sangat khas dengan motifnya dan bentuk pakaiannya. Surjan sendiri terbagi menjadi 3 jenis yaitu Surjan Lurik, Surjan Ontokusumo dan Surjan Jaguar. Dan Surjan yang paling populer adalah Surjan Lurik, yang mana Surjan Lurik menjadi pakaian yang dikenakan oleh Sunan Kalijaga yang menggambarkan kesederhanaan. Dan untuk pelengkapnya, Surjan dipadukan dengan bawahan kain jarik dan penutup kepala berupa blangkon. 2. Pakaian Adat Kebaya Yogyakarta Kebaya Yogyakarta merupakan pakaian tradisional yang dikenakan oleh kaum wanita Yogyakarta untuk kegiatan sehari-hari. Dipadukan dengan kain batik atau kain jarik sebagai bawahan serta rambut yang ditata menjadi konde. Meskipun di daerah lain di Indonesia juga terdapat pakaian adat Kebaya, namun kebaya Jogja memiliki ciri khas dan keunikannya tersendiri. Yaitu berupa busana blus tipis yang dikenakan untuk menutupi kemben. Kebaya Yogyakarta memiliki makna filosofi yaitu simbol dari cerminan perilaku wanita Yogyakarta yang lemah lembut. 3. Pakaian Adat Sabukwala Pakaian adat Sabukwala adalah pakaian yang dikenakan oleh anak perempuan untuk acara upacara adat tetesan yakini sunatan anak perempuan. Baju adat Sabukwala terdiri dari kain cindhe, ikat pinggang yang disebut bludiran, lonthong dan slepe. Untuk mempercantik pakaian adat ini ditambah dengan aksesoris seperti gelang kana, subang, serta kalung susun. 4. Pakaian Adat Peranakan Jika kamu pernah melihat pakaian abdi dalem keraton Yogyakarta, itu adalah pakaian adat Yogyakarta yang disebut sebagai Peranakan. Pakaian adat Peranakan adalah pakaian abdi dalem untuk kaum laki-laki. Yang ana pakaian ini digunakan sebagai pakaian dinas keraton Yogyakarta. Pakaian adat Peranakan Terdiri dari atasan kain lurik dengan warna hitam atau biru tua yang bermotif garis telupat. Sedangkan untuk bawahan terdiri dari kain jarik sinjang, bebed dan nyamping yang bermotif batik Jogja. Nah untuk aksesoris kepala, seorang abdi dalam diharuskan menggunakan blangkon yang menjadi ciri khas Yogyakarta. 5. Pakaian Adat Kasatrian Ageng Selain pakaian adat Yogyakarta yang dikenakan dalam kehidupan sehari-hari, Yogyakarta juga memiliki pakaian adat khusus untuk upacara pernikahan. Yakini pakaian adat Kasatrian Ageng. Selain menjadi pakaian adat pengantin Jogja, Pakaian Kasatrian Ageng juga dikenakan pada acara upacara adat malam selikuran. Pakaian adat yang dikenakan oleh pengantin pria berupa kain batik prada dengan motif khas Jogja yakini sidoasih dan sidoluhur. Kain batik ini merupakan pakaian adat untuk bahwan sang pengatin pria. Sementara untuk baju atasannya, pengantin pria mengenakan Surjan sutra yang bermotif daun maupun bunga. Dilengkapi dengan ikat pinggang keris, timang kretep serta kuluk kanigara hitam. Untuk aksesorisnya sendiri berupa bros, rantai, korset, serta keris. Sementara untuk pengantin wanita mengenakan kebaya kutu baru panjang berbahan sutra untuk baju atasan. Dihiasi juga dengan 3 bros sebagai penutup kancing dan untuk mempercantik penampilan. Untuk pakaian bawahnya mengenakan kain batik yang motifnya sama dengan kain batik yang dikenakan oleh pengantin pria. Aksesoris yang dikenakan oleh pengantin wanita ialah kalung, giwang, gelang dan cincin. Untuk hiasan kepalanya ditambahkan dengan kembang goyang atau mahkota khas Yogyakarta. 6. Pakaian Adat Paes Ageng Jangan Menir Yogyakarta juga memiliki pakaian adat pernikahan lainnya yakini Pakaian Adat Paes Ageng Jangan Menir. Pada zaman dulu, pakaian adat ini digunakan untuk acara adat boyong yaitu pern dari keraton menuju ke kediaman pengantin pria. Namun pakaian adat ini juga dikenakan pada upacara adat panggih. Pakaian Adat Paes Ageng Jangan Menir yang dikenakan oleh pengantin pria berupa blenggen, kain chinde kembaran, ikat pinggang, ikat pinggang, kamus bludiran, kuluk kanigara dan senjata tradisional keris branggah. Llu aksesoris yang dikenakan oleh gantin pria adalah 3 buah bros, kelat bahu motif ular naga, oncen, karset, gelang kana, kalung susun tiga khas Yogyakarta dan cincin. Sedang pakaian untuk pengantin wanita berupa kain chinde untuk kemben, baju blenggen beludru panjang, kain biasa dengan warna senada dengan kemben, baju blenggen tanpa kuthu baru, slepe, slepe dan udhet Untuk aksesoris yang digunakan terdiri dari kalung susun tiga, kelat bahu motif ular naga, sengkang royok, gelang kana dan cincin. Pakaian Adat Paes Ageng Kebesaran Pakaian adat Yogyakarta yang dikenakan dalam acara pernikahan adalah pakaian adat Paes Ageng Kebesaran. Pakaian pernikahan yang dikenakan oleh mempelai pria berupa kain kampuh yakini sebuah kain bermotif batik sidomukti yang memiliki panjang 4 meter yang itkan pada padan pengantin pria. Selain itu, mempelai pria juga mengenakan celana dhe, lhontong atau sabuk, ikat pinggang bordir, timang kreteb, buntal, kuluk kanigara polos dengan warna biru, mogo dan keris branggah, Dan untuk aksesorisnya sendiri terdiri dari gelang kana, kelat bahu, cincin, subang ronyok, korset dan kalung susun tiga. Sedangkan pakaian yang dikenakan oleh pengantin wanita adalah kain kampuh sebagai busananya, slepe, udhet cindhe serta kain cindhe. Untuk aksesoris yang dikenakan terdiri dari sengkang ronyok, gelang kana, kalung susun tiga, kelat bahu, dan cincin. Demikianlah pembahasan tentang rumah adat khas Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika kamu ingin mengetahui pakaian adat dari daerah lain, kamu bisa mengunjungi halaman blog Mamikos. Di sana tersedia berbagai informasi seperti rumah adat dan pakaian adat suatu daerah di Indonesia. Klik dan dapatkan info kost di dekat kampus idamanmu Kost Dekat UGM Jogja Kost Dekat UNPAD Jatinangor Kost Dekat UNDIP Semarang Kost Dekat UI Depok Kost Dekat UB Malang Kost Dekat Unnes Semarang Kost Dekat UMY Jogja Kost Dekat UNY Jogja Kost Dekat UNS Solo Kost Dekat ITB Bandung Kost Dekat UMS Solo Kost Dekat ITS Surabaya Kost Dekat Unesa Surabaya Kost Dekat UNAIR Surabaya Kost Dekat UIN Jakarta
InilahTokoh Wayang Kulit Beserta Sifat dan Gambarnya Lengkap. Wayang Purwa, dari Batu hingga Orang. Rekomendasi untuk yang Cinta Budaya Jawa - Tribunsolo.com. √4 Punakawan: Silsilah, Kisah, Watak dan Hikmah - Padukata.com Kesenian Tradisional Yogyakarta Lengkap, Gambar dan Penjelasannya - Seni Budayaku. Kisah Hidup
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kota pendidikan sekaligus dikenal sebagai kota budaya memiliki beragam kebudayaan tradisional salah satunya adalah upacara adat yang hingga saat ini masih sering dijumpai di beberapa daerah di Yogyakarta. Beberapa jenis upacara adat yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain sebagai berikut. Upacara Adat Sekaten Setelah Raden Patah dilantlik menjadi sultan pertama Kerajaan Demak, atas anjuran Wali Sanga didirikanlah Masjid Besar Demak yang selesai dibangun pada tahun 1408. Saat itu, penyebaran agama Islam tidak banyak mengalami kemajuan. Kemudian muncul gagasan dari Sunan Kalijaga untuk menyelenggarakan keramaian menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Pada bulan Rabiulawal dibunyikanlah gamelan di halaman masjid agar rakyat mau masuk ke kompleks Masjid Besar. Sejak seminggu sebelum peringatan Maulid, diselenggarakan keramaian. Secara terus-menerus gamelan ditabuh disertai dengan dakwah agama. Beberapa lagu gamelan digubah oleh Sunan Giri dan Sunan Kalijaga. Mendengar bunyi gamelan yang merdu, rakyat berbondong-bondong menyaksikan dari dekat. kemudian menuju pelataran masjid. Para wali memanfaatkan keramaian tersebut sebagai ajang berdakwah tentang keluhuran agama Islam. Banyak yang tertarik dan kemudian masuk Islam. Mereka yang masuk Islam diwajibkan mengucapkan dua kalimat syahadat, istilah Arabnya adalah syahadatain. Lidah orang Jawa mengucapkannya sebagai sekaten. Orang yang telah mengucapkan syahadat berarti sudah resmi masuk Islam dan untuk menyempurnakan keislamannya lalu disunat. Pada malan 12 Rabiulawal, Sultan keluar dari keraton menuju Masjid untuk mendengarkan riwayat hidup Nabi. Pada tengah malam, Sultan kembali ke keraton beserta gamelan sekaten pertanda berakhirnya perayaan sekaten. Pada pemerintahan Sultan Agung, tradisi garebeg mulud disertai pisowanan garebeg di Sitihinggil. Acara tersebut diakhiri dengan wilujengan nagari berupa sesajian gunungan untuk kenduri di Masjid Agung. Sedekah dari raja untuk rakyat berupa gunungan inilah yang kemudian menjadi rebutan masyarakat karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak bala agar hasil pertanian tidak diserang hama penyakit. Selain garebeg mulud diadakan pula garebeg syawal untuk merayakan Idul Fitri dan garebeg besar untuk merayakan Idul Adha. Tradisi perayaan sekaten ini ditetapkan menjadi tradisi resmi sejak kerajaan pindah dari Demak ke Pajang, dari Pajang pindah ke Mataram, lalu ke Surakarta dan Yogyakarta. Pada masa pemerintahan Sri Sultan HB I, ditabuhlah dua gamelan sekaten, yaitu Kyai Gunturmadu yang bermakna anugerah yang turun ditempatkan di bangsal Pagongan Selatan dan Kyai Nogowilogo yang bermakna lestari dan menang perang ditempatkan di bangsal Pagongan Utara. Upacara Adat Labuhan Dalam kepercayaan Jawa, setiap tempat mempunyai penguasa gaib berupa makhluk halus penunggu. Gunung Merapi yang terletak di utara Kota Yogyakarta diyakini ditunggu oleh makluk halus bernama Eyang Sapujagad. Samudra Indonesia yang biasa disebut Laut Selatan terletak di selatan Kota Yogyakarta ditunggu oleh wanita cantik jelita bernama Kanjeng Ratu Kidul. Panembahan Senopati sebagai raja Mataram berupaya menjaga keharmonisan, keselarasan, dan keseimbangan dalam masyarakat. Oleh karena itu, ia menjalin komunikasi dengan kedua makhluk halus tersebut. Salah satu bentuk komunikasinya adalah dengan bersemadi di tempat-tempat tersebut. Ketika Panembahan Senopati merasa sudah saatnya mengambil alih kekuasaan Kerajaan Pajang, ia bertapa di Laut Selatan. Sementara itu, pamannya, yaitu Ki Juru Mertani, bertapa di Gunung Merapi. Untuk menghormati ikatan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram penerus Panembahan Senopati, maka setiap tahun diadakan labuhan di Pantai Parangtritis. Jika kewajiban itu diabaikan, terdapat kepercayaan bahwa Kanjeng Ratu Kidul akan murka dengan mengirim tentara jin untuk menyebarkan penyakit dan berbagai musibah yang akan menimbulkan malapetaka bagi rakyat dan kerajaan. Namun, jika labuhan tetap dilaksanakan, maka Kanjeng Ratu Kidul akan memberikan perlindungan dan bantuan ke Mataram. Labuhan ini sudah menjadi upacara adat Keraton Mataram sejak abad ke XVII. SeteIah Perjanjian Gianti tahun I755 yang membagi Mataram menjadi dua kerajaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan KesuItanan Yogyakarta, maka tradisi labuhan dilakukan oleh dua kerajaan Jawa tersebut. Labuhan pertama kali di Kesultanan Yogyakarta diadakan sehari setelah penobatan Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwono I tahun I755. Tradisi ini berlangsung sampai Sultan Hamengkubuwono ke VIII. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono ke IX, labuhan diadakan setelah ulang tahun Sultan. Kini, di masa Sultan Hamengkubuwono ke X, labuhan dilaksanakan seperti dulu lagi, yaitu sehari sesudah penobatannya menjadi raja. Labuhan diadakan setiap tahun pada tanggal 30 bulan Rejeb karena Sultan Hamengkubuwono X dinobatkan pada hari Selasa Wage tanggal 29 Rejeb tahun Wawu 1921 atau 7 Maret 1989. Berikut ini prosesi labuhan Sultan Hamengkubuwono X. Setibanya barang-barang labuhan atau sesaji di Parangkusumo, rombongan abdi dalem memasuki kompleks berpagar yang di dalamnya terletak Sela Gilang. Di atas batu inilah dulu Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul mengadakan pertemuan. Tempat itu diyakini sebagai pintu gerbang menuju kerajaan Kanjeng Ratu Kidul. Juru kunci yang memimpin pelaksanaan upacara membakar kemenyan, kemudian menanam kuku, rambut, dan pakaian bekas Sultan Hamengkubuwono X di pojok kompleks. Juru kunci membakar kemenyan lagi dan mengasapi ketiga ancak yang berisi barang labuhan lalu berangkat ke pantai untuk melabuhnya. Sekitar 10 langkah dari garis pantai, juru kunci duduk bersila menghadap ke laut melakukan sembah ke Kanjeng Ratu kidul sambil mengucapkan doa permohonan, ”Hamba mohon permisi, Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Hamba memberikan labuhan cucu Paduka lngkang Sinuwun Kanjeng Sultan yang ke X di Ngayogyakarta Hadiningrat. Cucu paduka mohon pangestu, mohon keselamatan, mohon panjang usia, kemuliaan kerajaan, keselamatan negara di Ngayogyakarta Hadiningrat.” Ketiga ancak segera dibawa ke tengah laut untuk dilabuh. Ancak paling depan untuk dipersembahkan kepada Kanjeng Ratu Kidul, raja dari semua makhluk halus di Laut Selatan. Ancak kedua dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menjabat sebagai patih Kanjeng Ratu Kidul, dan ancak ketiga dipersembahkan kepada mBok Roro Kidul, pembantu kedua. Masyarakat yang menghadiri acara labuhan biasanya beramai-ramai memperebutkan sebagian dari benda labuhan yang dihanyutkan ombak ke pantai. Menurut kepercayaan, barang-barang yang masih baru akan hanyut ke dalam laut karena dipakai oleh Kanjeng Ratu Kidul, sedangkan barang-barang bekas seperti baju bekas Sultan dan bunga bekas sesaji akan kembali ke pantai. Menurut kepercayaan, barang-barang yang kembali terdampar di pantai tersebut mempunyai kekuatan gaib karena dikirim kembali oleh Kanjeng Ratu Kidul untuk mengatasi segala gangguan dan penyakit. Beberapa orang menjadikannya sebagai jimat. Jimat adalah suatu benda yang difungsikan sebagai pusaka dan dipercaya mempunyai kekuatan magis untuk membantu pemiliknya menangkal gangguan alam. Yang mendapatkan benda-benda labuhan berharap akan beroleh kesejahteraan dan keberuntungan hidup. Upacara Adat Bekakak Bekakak disebut juga saparan bekakak. Bekakak berarti korban penyembelihan manusia atau hewan. Hanya saja, bekakak yang disembelih dalam upacara ini hanya tepung ketan yang dibentuk seperti pengantin laki-laki dan perempuan sedang duduk. Sebelum diarak untuk disembelih, pada malam sebelumnya diadakan upacara midodareni layaknya pengantin sejati. Menurut kepercayaan masyarakat, pada malam menjelang perkawinan, para bidadari turun ke bumi untuk memberi restu. Orang-orang begadang semalam suntuk demi menyambut kedatangan para bidadari tersebut. Pada siang hari, "pengantin" diarak dari Balai Desa Ambarketawang, Sleman, Yogyakarta ke Gunung Gamping. Ini adalah tempat Kyai Wirasuta, abdi dalem Sri Sultan HB I muksa, hilang tanpa bekas. Kyai Wirasuta adalah abdi dalem penongsong, abdi dalem pembawa payung ketika Sri Sultan HB I bepergian. Ketika Sultan pindah dari Ambarketawang ke keraton yang baru, abdi dalem ini tidak ikut pindah dan tetap tinggal di Gamping. Ia menjadi cikal-bakal penduduk di sana. Ia tinggal di dalam gua di bawah Gunung Gamping tersebut. Suatu hari, Jumat Kliwon sekitar tanggal 10-15 bulan Sapar, menjelang purnama terjadi musibah yang menimpa Kyai Wirasuta sekeluarga. Gunung Gamping yang didiami runtuh. Kyai Wirasuta sekeluarga beserta hewan kesayangannya berupa landak, gemak, dan merpati terkubur di reruntuhan. Sri Sultan HB I segera memerintahkan untuk mencari jenazah mereka, tetapi tidak ditemukan. Maka Sultan memerintahkan para abdi dalem keraton supaya setahun sekali setiap bulan Sapar antara tanggal 10-20 untuk membuat selamatan dan ziarah ke Gunung Gamping dengan tujuan untuk mengenang jasa dan kesetiaan Ki Wirasuta sebagai abdi dalem yang loyal sampai akhir hayat. Penyembelihan bekakak dimaksudkan sebagai bentuk pengorbanan untuk para arwah atau danyang penunggu Gunung adalah agar mereka tidak mengambil korban manusia, sekaligus berkenan memberikan keselamatan kepada masyarakat yang menambang batu gambing di sana. Upacara Adat Rebo Wekasan Rebo wekasan merupakan suatu upacara tradisional yang terdapat di Desa Wonokromo, Pleret, Bantul. Letaknya sekitar 10 km dari Kota Yogyakarta. Rebo wekasan berasal dari kata rebo dan wekasan yang berarti hari Rabu terakhir bulan Sapar. Pada tahun 1600, Keraton Mataram yang berkedudukan di Pleret sedang dilanda penyakit atau pageblug. Sultan Agung sebagai raja Mataram sangat prihatin. Ia pergi bersemadi di Masjid Soko Tunggal di Desa Kerton. Dalam semadinya ia mendapat petunjuk dari Tuhan untuk membuat penolak bala guna mengusir wabah tersebut. Dipanggillah Kyai Sidik dari Wonokromo untuk membuat penolak bala. Jimat adalah penolak bala itu. Jimat tersebut berupa aksara Arab bertuliskan Bismillahir Rahmanir Rahim sebanyak 124 baris dan dibungkus dengan kain mori putih. Oleh Sultan Agung, jimat tersebut direndam dalam bokor kencana dan diminumkan kepada orang yang sakit. Ternyata mereka sembuh. Semakin banyaklah orang yang datang meminta air tersebut. Lantaran tidak mencukupi untuk semua orang, maka Sultan Agung memerintah Kyai Sidik untuk membuang jimat tersebut ditempuran Sungai Opak dan Sungai Gajahwong. Berduyun-duyunlah orang berkunjung ke tempuran tersebut untuk membasuh muka, mandi, dan berendam agar mendapat keberuntungan. Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I, Kyai Muhammad Fakih dititahkan untuk membuat masjid pathok negoro di Desa Wonokromo dengan nama Masjid at-Taqwa. Awalnya masjid tersebut terbuat dari anyaman bambu dengan atap dari anyaman daun alang-alang yang disebut welit. Karena keahliannya membuat welit maka masyarakat sekitar memanggilnya Kyai Welit. Dia juga meneruskan tradisi rebo wekasan pada Rabu terakhir bulan Sapar tahun 1754 atau 1837 M. Dia membuat kue lemper yang dibagikan ke masyarakat di sekitarnya. Menurutnya, kue lemper mengandung nilai filosofis. Kulit lemper dari daun pisang mengibaratkan segala hal yang dapat mengotori akidah, sehingga harus dibuang. Ketan ibarat kenikmatan duniawi. Isi lemper yang berupa daging cincangan ibarat kenikmatan akhirat. Jadi makan lemper bermakna bahwa orang yang ingin mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat harus bisa menghilangkan kotoran jiwa sehingga jadi bersih seperti lemper yang sudah dikupas. Peristiwa tersebut dianggap sebagai hari bersejarah bagi masyarakat Wonokromo sehingga diperingati setiap tahun. Upacara rebo wekasan dianggap sebagai pengingat bahwa telah terjadi musibah yang menelan banyak korban jiwa. Tradisi mengarak lemper diteruskan sampai sekarang dalam bentuk lemper raksasa sepanjang dua setengah meter dengan diameter setengah meter. Upacara Adat Siraman Kanjeng Kyai Jimat Upacara ini dimaksudkan sebagai bentuk pemuliaan terhadap benda-benda pusaka kerajaan yang mengandung nilai sejarah atau mempunyai nilai spiritual karena bertuah dan menyajikan persembahan makanan caos dahar berupa sesajen buat kereta pusaka Kanjeng Kyai Jimat diharapkan roh penunggu kereta memberikan keselamatan bagi keluarga keraton dan para kawula kerajaan. Acara ini diselenggarakan di museum kereta Pagedongan Rotowijayan, Keraton Yogyakarta. Biasanya, acara digelar pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon bulan Sura. Setelah diberi sesaji, kain penutup kereta dibuka untuk didorong dari tempatnya ke luar depan pintu Pagedogan. Bagian pertama yang dibersihkan adalah bagian depan kereta berupa patung putri duyung. Dilanjutkan bagian atap, terus ke belakang. Terakhir adalah bagian roda kereta. Asap dupa terus mengepul tiada henti menciptakan suasana magis. Seusai siraman, kereta Pusaka dikeringkan dengan kain lap. Perasan kain lap ditampung di dalam ember. Saat itulah, air perasan tadi menjadi rebutan masyarakat karena dipercaya mengandung kekuatan gaib untuk menyembuhkan segala macam penyakit. Upacara Adat Nguras Enceh Enceh atau kong adalah gentong wadah air yang terbuat dari tanah liat. Ada empat buah enceh di halaman Supit Urang Istana Saptarengga, makam Sultan Agung. Dua buah enceh yang ada di sebelah timur menjadi wewenang Kasunanan Surakarta dan dua buah yang ada di sebelah barat menjadi wewenang Kesultanan Yogyakarta. Nama-nama enceh mulai dari timur ke barat adalah Nyai Siyem berasal dari negeri Siam atau Muangthai, Kyai Mendung berasal dari negeri Ngerum, Kyai Danumaya berasai dari Palembang, dan Nyai Danumurti berasal dari Aceh. Menurut abdi dalem Puralaya yang menjaga makam, enceh ini digunakan sebagai tempat wudu Sultan Agung ketika hendak menunaikan salat. Pada bulan Sura, hari Jumat Kliwon, banyak masyarakat yang mengikuti upacara pembersihan enceh. Mereka berebut mendapatkan air bekas cucian enceh. Ada juga yang caos dhahar dengan membawa kembang setaman dan membakar kemenyan. Mereka minta agar dikabulkan segala cita-citanya. Ada juga orang-orang tua yang membasuh mukanya dengan air enceh yang dipercaya dapat membuat awet muda dan menyembuhkan berbagai penyakit.
LowonganKerja Kebudayaan Sumatera Barat Lengkap Beserta Gambar Dan Januari 2022 Update Pkl: 02:49:51 pm | Tgl: Sabtu 25 Desember 2021 Jakarta, DKI Jakarta | Rp 3.000.000 | full-time Home » Lowongan Kerja Kebudayaan Sumatera Barat Lengkap Beserta Gambar Dan Januari 2022
Bicara mengenai Daerah Istimewa Yogyakarta, ada banyak hal menarik yang bisa dikulik dari kota tersebut. Salah satunya adalah sejumlah upacara adat khas Yogyakarta, yang masih tetap dilaksanakan hingga hari ini. Lantas, apa saja upacara adat yang masih eksis di Jogja? Selain terkenal dengan tempat wisatanya yang indah, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota yang memiliki banyak aneka macam kebudayaan dan adat istiadat yang masih sangat kental. Di zaman yang semakin maju dan modern ini, ternyata beberapa upacara adat ini pun masih bisa Anda temukan di beberapa daerah di Yogyakarta. Bahkan beberapa upacara adat tersebut berhasil menjadi daya tarik bagi wisatawan. Pasalnya tidak hanya unik, tetapi para wisatawan juga dapat menambah ilmu tentang tradisi di suatu tempat. Biasanya, upacara adat ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali. 10 Upacara Adat Khas Yogyakarta 1. Upacara Sekaten Upacara Sekaten merupakan sebuah tradisi yang diperuntukkan untuk merayakan hari ulang tahun Nabi Muhammad SAW dan biasa diadakan setiap tanggal 5 bulan Rabiul Awal tahun hijriah bulan Jawa mulud di alun-alun utara Yogyakarta dan Surakarta. Awal mulanya, Sekaten diadakan oleh Pendiri Keraton Yogyakarta, yaitu Sultan Hamengkubuwono 1 untuk mengundang masyarakat Jogja untuk mengikuti dan memeluk agama Islam. Upacara ini dimulai saat malam hari dengan iring-iringan abdi dalem keraton bersama dengan lantunan musik dari dua set Gamelan Jawa Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Sebagai informasi, Upacara Sekaten ini dilaksanakan selama tujuh hari berturut-turut, atau tepatnya sampai tanggal 11 bulan Jawa mulud. Dan kedua set gamelan ini akan terus dimainkan sampai acara berakhir. Artikel Terkait 5 Upacara Pemakaman Termahal di Indonesia 2. Upacara Grebeg Muludan Setelah berakhirnya Upacara Sekaten, masyarakat Yogyakarta langsung melaksanakan Upacara Grebeg Muludan pada tanggal 12 bulan mulud atau 12 Rabiul Awal. Upacara ini diadakan sebagai wujud syukur atas kemakmuran yang diberikan oleh Tuhan. Dalam prosesi upacara ini, Anda juga akan melihat iring-iringan abdi dalem keraton yang membawa gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan, buah-buahan, hingga sayur-sayuran. Nantinya, gunungan tersebut akan dibawa dari Istana Kemandungan menuju ke Masjid Agung. Para masyarakat di sana percaya bahwa bagian dari gunungan ini akan membawa berkah untuk mereka. Maka tak heran, banyak orang yang berlomba-lomba untuk mengambil bagian gunungan yang dianggap sakral. Kemudian, mereka akan menanamnya di sawah ladang miliknya. 3. Upacara Tumplak Wajik Dua hari sebelum perayaan Grebeg, Upacara Tumpak Wajik dilaksanakan terlebih dulu di halaman Magangan Kraton Yogyakarta pada pukul sore. Acara ini menandai dimulainya proses pembuatan gunungan, simbol sedekah raja kepada rakyat. Pada saat prosesi Tumplak Wajik berlangsung, sejumlah abdi dalem turut mengiringi dengan suara tetabuhan dari lesung, alat tradisional yang biasa digunakan untuk mengolah padi menjadi beras. Begitu prosesi Tumplak Wajik selesai, barulah Upacara Grebeg Muludan bisa dilaksanakan pada hari berikutnya. 4. Upacara Siraman Pusaka Upacara Siraman Pusaka Kraton merupakan tradisi untuk memandikan setiap pusaka milik Ngarsa Dalem atau milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Biasanya, upacara ini dilaksanakan selama dua hari pada bulan Sura dan bersifat tertutup. Dengan kata lain, upacara adat khas Yogyakarta ini tidak bisa disaksikan masyarakat umum. Pusaka yang dibersihkan pun bermacam-macam, mulai dari tombak, keris, pedang, kereta, ampilan, dan masih banyak lagi. Bagi Kraton Yogyakarta, pusaka paling penting adalah tombak Ageng Plered, Keris Ageng Sengkelat, dan Kereta Kuda Nyai Jimat. Artikel Terkait Melasti Makna, Asal Usul dan Tata Cara Pelaksanaan Upacara Melasti 5. Upacara Labuhan Upacara Labuhan merupakan salah satu upacara adat yang dilakukan oleh raja-raja di Keraton Yogyakarta dan sudah berlangsung sejak zaman Kerajaan Mataram Islam pada abad ke XIII hingga sekarang. Upacara ini dilaksanakan dengan tujuan meminta keselamatan, ketentraman, dan kesejahteraan masyarakat serta Kraton Yogyakarta sendiri. Selain itu, Upacara Labuhan juga dilaksanakan di empat lokasi yang berbeda, yakni Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Dlepih Kahyangan. Dan upacara adat ini juga dilakukan setiap delapan tahun sekali. Dalam prosesinya, banyak perlengkapan yang harus disiapkan. Mulai dari gunungan, kain batik, rambut, kuku milik Sri Sultan yang dikumpulkan selama satu tahun, hingga sejumlah abdi dalem. Kemudian benda-benda milik Sri Sultan tersebut akan dihanyutkan. Dan masyarakat diperbolehkan untuk mengambil benda Labuhan tersebut. 6. Upacara Nguras Enceh Upacara Nguras Enceh menjadi upacara adat khas Yogyakarta yang sayang untuk dilewatkan. Tradisi ini dilaksanakan setiap bulan Sura dalam kalender jawa dan diikuti oleh abdi dalem Kraton Surakarta dan Yogyakarta. Dan dilaksanakan bertepatan dengan hari Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Tujuan dari upacara adat ini adalah untuk membersihkan diri dari hati yang kotor. Upacara ini diawali dengan membersihkan empat gentong di makam para Raja Jawa di daerah Imogiri, Bantul, Jawa Tengah. Empat gentong tersebut diantaranya adalah Nyai Siyem dari Siam, Kyai Mendung dari Turi, Kyai Danumaya yang berasal dari Aceh, dan Nyai Danumurti dari Palembang. Air dari keempat gentong tersebut dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan menghilangkan kemalangan bagi siapa saja yang mengikuti Upacara Nguras Enceh itu. Artikel Terkait Tradisi Bakar Tongkang, Upacara Bakar Kapal Kayu dari Bagan Siapi-api 7. Upacara Saparan Upacara Saparan atau disebut juga Bekakak ini diadakan oleh masyarakat Desa Ambarketawang, yang terletak di Kecamatan Gamping, Sleman setiap hari Jumat di bulan Sapar. Upacara adat ini dilaksanakan dengan penyembelihan Bekakak, yang artinya korban penyembelihan hewan atau manusia. Namun untuk upacara adat ini hanya menggunakan tiruan manusia saja, yaitu sepasang boneka pengantin jawa yang terbuat dari tepung ketan. Tujuan awal dilaksanakannya Upacara Saparan ini adalah untuk menghormati arwah Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta sekeluarga. Mereka adalah abdi dalem Hamengkubuwono 1 yang disegani. Kemudian pada akhirnya berubah, kini upacara adat itu bertujuan untuk memohon keselamatan masyarakat agar terhindar dari segala bencana. 8. Upacara Rebo Pungkasan Wonokromo Pleret Upacara Rebo Pungkasan adalah upacara adat yang masih terus dilaksanakan oleh masyarakat di desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Diberi nama Rebo Pungkasan karena dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Sapar. Upacara Rebo Pungkasan ini bertujuan untuk mengungkap rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa YME. Dahulu, upacara ini dilaksanakan di depan masjid dan seminggu sebelum acara sudah banyak diadakan acara meriah, seperti pasar malam. Namun, karena banyak yang menilai prosesi ini mengganggu orang yang sedang beribadah, maka Upacara Rebo Pungkasan ini dipindahkan ke depan Balai Desa di lapangan Wonokromo. 9. Upacara Adat Pembukaan Cupu Ponjolo Upacara Adat Pembukaan Cupu Ponjolo ini diadakan setiap Pasaran Kliwon di penghujung musim kemarau pada bulan Ruwah berdasarkan kalender Jawa. Orang-orang di Desa Mendak Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, DIY masih melaksanakan upacara adat ini sampai sekarang. Cupu Ponjolo diketahui adalah tiga buah cupu keramat yang disimpan dalam kotak kayu berukuran 20 x 10 x 7 cm dan dibungkus menggunakan ratusan lembar kain mori. Tujuan dari upacara adat ini sebenarnya adalah untuk membuka dan mengganti pembungkus cupu tersebut. Menariknya, banyak masyarakat yang percaya bahwa setiap gambar yang terlukis di kain mori pembungkus cupi itu adalah bentuk ramalan peristiwa setahun ke depan. 10. Upacara Jamasan Kereta Pusaka Terakhir, upacara adat yang masih dilaksanakan di Yogyakarta sampai hari ini adalah Upacara Jamasan Kereta Pusaka. Upacara ini biasa digelar di Museum Keraton Yogyakarta pada setiap malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon di bulan Suro. Tujuan dari Upacara Jamasan adalah untuk merawat dan membersihkan benda-benda pusaka milik Keraton Yogyakarta, seperti Kereta, Gamelan, Keris, Tombak, dan lain-lain. Menariknya, banyak warga berlomba-lomba untuk mendapatkan air cucian bekas dari benda pusaka tersebut, karena percaya air tersebut bisa mendatangkan keberkahan dan keberuntungan. Itulah upacara adat di Yogyakarta yang masih tetap terjaga sampai hari ini. Parents, pernah mengikuti salah satu upacara tersebut? *** Baca juga Upacara Kerik Gigi, Tradisi Menyakitkan Suku Mentawai demi Tampil Cantik Berlangsung Meriah, Inilah Tradisi Upacara Pemakaman Rambu Solo dari Toraja Mengenal Keunikan Tradisi Mekotek Asal Bali, Upacara Tolak Bala Warga Pulau Dewata Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
PetaKabupaten Mojokerto HD Lengkap dan Penjelasannya. dakira - Peta Jawa Timur. Maret 29, 2020 Maret 28, Mojokerto, Provinsi Jawa Timur secara lengkap ukuran besar HD beserta keterangan dan penjelasannya. Lihat : Peta Indonesia PNG HD Terbaru. Peta Kabupaten Mojokerto Peta Kota Yogyakarta Lengkap Gambar HD dan Keterangannya. Juli 15
km dari USDMuseum AffandiKapsul Semesta Affandi KoesoemaMuseum Affandi adalah kapsul semesta Affandi, Sang Grandmaster seni lukis kebanggaan Indonesia. Seluruh aspek kehidupannya terabadikan di sini. Dari awal sampai akhir karirnya sebagai pelukis kelas dunia, sampai hidup dan matinya sebagai manusia biasa. Baca selengkapnyaPertunjukan GamelanOrkestra a la JawaGamelan adalah musik yang tercipta dari paduan bunyi gong, kenong dan alat musik Jawa lainnya. Irama musik yang lembut dan mencerminkan keselarasan hidup orang Jawa akan segera menyapa dan menenangkan jiwa begitu selengkapnya Kembali ke atas
Demikianinformasi mengenai Gambar Peta Negara Mesir ukuran besar HD lengkap beserta keterangan dan penjelasannya. Semoga ulasan diatas dapat berguna dan bermanfaat bagi Anda. Lihat juga peta negara-negara di Benua Asia berikut ini. Peta Kota Yogyakarta Lengkap Gambar HD dan Keterangannya. Juli 15, 2022 Juli 15, 2022. Peta-hd.com. Informasi
Lambang atau logo Daerah Istimewa Yogyakarta DIY sering disebut dengan istilah golong gilik. Lambang berbentuk bulat golong silinder gilig. Berdasar Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY Nomor 3 Tahun 1969, ditetapkan lambang Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa YogyakartaDownload logo Provinsi Yogyakarta PNG dengan resolusi gambar yang tinggi dapat dengan mudah anda lakukan dengan cara klik link download di bawah ini. Lambang atau logo provinsi Yogyakarta juga tersedia dalam berbagai format lainnya seperti logo DIY format JPG, AI, EPS, serta lambang Yogyakarta format DOWNLOAD Lambang Yogyakarta JPG PNG AI EPS CDRArti Lambang YogyakartaBentuk dasar lambang yogyakarta adalah bulat, Ukuran lambang pada garis tengah lingkaran adalah 30 sedangkan ukuran bagian-bagian lain yang menonjol adalah emas lima sudut melambangkan Pancasila dan Ketuhanan Yang Maha sakaguru yang tegak lurus dengan sepasang sayap mengembang menyimbolkan perikemanusiaan, sekaligus jiwa yang teguh serta adil dalam sikap terhadap merah dikelilingi lingkaran putih melambangkan kebangsaan. Umpak dengan tatahan bunga teratai menyimbolkan kerakyatan. Adapun padi dan kapas melambangkan keadilan struktural UUD 1945, proklamasi kemerdekaan, serta masyarakat adil makmur dilukiskan dengan gambar bunga kapas berjumlah 17 kuntum, daun kapas berjumlah 8, dan butir padi berjumlah dan tata kehidupan gotong royong atau semangat golong gilig dilukiskan dalam bentuk bulatan Tugu Yogya yang disebut golong dan tugu berbentuk silinder yang disebut keagamaan, nilai pendidikan, dan nilai kebudayaan dilukiskan dalam bintang emas persegi lima dan bunga melati yang mencapai bintang dengan daun kelopak 3 lembar. Gambar tersebut melambangkan pendidikan dan kebudayaan yang selalu didasarkan atas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha merah dan putih dengan gambar tugu tegak lurus menggambarkan semangat perjuangan dan pembangunan dilukiskan dengan gambar tatahan miring pada sakaguru, tatahan spesifik Yogyakarta berarti menghias, karena membangun identik dengan DIY dilukiskan dalam gambar sayap di kanan kiri bulu sayap pada bagian luar adalah 9 helai, sedangkan pada bagian dalam 8 helai. Maknanya, DIY terdiri atas Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Sri Sultan HB IX dan Paku Alaman di bawah kekuasaan Sri Paku Alam alam dilukiskan dengan warna hijau tua dan hijau muda dan lukisan bermotif bunga teratai. Gambar tersebut mencerminkan kesuburan alam hijau dan kesuburan jiwa bunga teratai.Candrasengkala, Rasa Suka Ngesti Praja berarti tahun 17786, Suryasengkala. Yogyakarta Trus Mandiri berarti tahun 1945. Bila dirangkai menjadi "Rasa Suka Ngesti Praja Yogyakarta Trus Mandiri" yang berarti “Dengan rasa gembira membangun DIY yang baik dan selamat terus berdiri tegak.”Warna kuning emas dan kuning tua, berarti keluhuran, keagungan, dan kemasyhuran. Warna hijau tua dan hijau muda berarti kesuburan dan harapan. Merah berarti berani, putih berarti suci, dan hitam berarti Daerah Istimewa YogyakartaSelain lambang atau logo Yogyakarta, Provinsi ini juga memiliki maskot yang menjadi identitas Daerah Istimewa Yogyakarta. Maskot daerah tersebut terdiri dari flora dan fauna yang menjadi identitas kota Yogyakarta. Maskot flora Yogyakarta adalah pohon Kelapa Gading Cocos Nuciferal Sedangkan maskot fauna Yogyakarta adalah Burung Tekukur Streptoplia Chinensis Tigrina. Sejarah Pemerintahan YogyakartaDengan Perjanjian Giyanti 13 Februari 1775, Mataram pecah menjadi dua, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Di Kesultanan Yogyakarta Pangeran Mangkubumi diangkat menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono I. Pangeran Mangkubumi lalu membabat Alas Hutan Bering di antara Sungai Winongo dan Sungai Code, ia membangun istana di atasnya, yang selesai pada 7 Oktober kekuasaan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat terdiri dari negaragung yang meliputi wilayah Bagelen, Bumigede, Kedu, Mataram Yogyakarta, Pojong, Sukowati, dan wilayah mancanegara yang meliputi Bojonegoro, Cirebon, Grobogan, Kalangbret, Kartosuro, Kuwu, Madiun, Magetan, Mojokerto, Ngawen, Pacitan separuh, Sela, Tulungagung, dan Ngayogyakarta diperintah oleh anak keturunan Mangkubumi sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 dan bergabung ke dalam wilayah Republik Indonesia. Bersama Paku Alaman, Ngayogyakarta membentuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai gubernur dan Sri Paku Alam VIII sebagai proklamasi kemerdekaan, Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIll, pada tanggal 18 Agustus 1945, mengirim ucapan selamat kepada Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Presiden Soekarno pada 19 Agustus 1945 segera mengeluarkan Piagam Kedudukan Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII yang isinya adalah sebagai Kedudukan Sultan Hamengkubuwono IX"Kami Presiden RI menetapkan ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati ing Alogo Abdulrahman Sayidin Panotogomo Kalifatullah ingkang Kaping Songo ing Ngayogyakarta Hadiningrat pada kedudukannya dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kanjeng Sultan akan menyerahkan pikiran, tenaga, jiwa, dan raga demi keselamatan daerah Yogyakarta sebagai bagian RI".Piagam Kedudukan Paku Alam VIII"Kami Presiden RI menetapkan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam ingkang Kaping VIII pada kedudukannya dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kanjeng Gusti akan menyerahkan pikiran, tenaga, jiwa dan raga demi keselamatan daerah Paku Alaman sebagai bagian RI".Dari piagam tersebut, Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII mengambil sikap mendukung proses integrasi. Mereka mengeluarkan pernyataan sikap untuk berdiri di belakang Presiden tahun 1948 sudah ada upaya memaknai status keistimewaan dengan dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal khusus tentang Yogyakarta yaitu pasal 18 ayat 5 dan 6 berbunyi sebagai 18 ayat 5 Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh presiden dari keturunan keluarga di daerah itu di zaman sebelum RI dan masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat-istiadat daerah 18 ayat 6 untuk Daerah Istimewa dapat diangkat seorang wakil kepala daerah oleh presiden dengan mengingat syarat-syarat tersebut dalam ayat 5 ini. Wakil Kepala Daerah Istimewa adalah anggota dewan Pemerintah jugaKesenian Tradisional Yogyakarta Lengkap, Gambar dan PenjelasannyaDemikian artikel tentang "Lambang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Artinya Terlengkap" yang telah kami rangkum dari berbagai sumber. Baca juga ulasan tentang Provinsi Yogyakarta menarik lainnya hanya di situs
Rumahadat bali lengkap, gambar dan penjelasannya. Demikian pembahasan tentang "rumah adat bali lengkap, gambar dan penjelasannya" yang dapat kami sampaikan. Baca juga artikel kebudayaan daerah bali menarik lainnya di situs senibudayaku. Baca juga. Oleh oleh khas kaltim youtube. This video is unavailable. Watch queue queue. Watch queue queue.
Pernahkah kalian berkunjung ke Keraton Yogyakarta? Dan apakah kalian tahu nama-nama rumah yang ada di lingkungan Keraton itu? Yak, bangunan disana dibangun dengan model rumah Joglo, yang dalam perkembangannya akan mempengaruhi jenis rumah adat Yogyakarta. Walaupun Jawa Tengah dan Jawa Timur juga memiliki rumah adat bernama rumah Joglo, tetapi terdapat perbedaan lo di antara mereka. Apa saja perbedaan dan kemiripannya? Yuk disimak. Penjelasan Rumah Adat YogyakartaFilosofi dan Makna ArsitekturCiri Khas dan Keunikan A. Konstruksi Rumah B. Konfigurasi RuanganC. Desain anti GempaJenis Rumah Adat Yogyakarta A. Rumah Joglo Keraton SejarahMacam macam Joglo Keraton Komposisi Ruang dan KeterangannyaFilosofi, Keunikan dan Ciri KhasB. Rumah Joglo Rakyat Asal usulMacam macam Rumah Joglo Rakyat Bagian Rumah dan PenjelasannyaOrnamen HiasA. Motif Flora Tumbuhan B. Motif Fauna Hewan C. Motif Alam Rumah adat dari Daerah Istimewa Yogyakarta DIY berbentuk rumah Joglo. Tidak hanya di Yogyakarta, Joglo sebenarnya juga banyak dikembangkan dan diakui sebagai rumah suku Jawa yang bermukim di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nama Joglo sendiri merupakan akronim dari tajug loro, sebagai hasil stilasi dari bentuk atap meru tajug bertumpuk dua loro lapis pada peratapan rumah. Di kalangan keraton di Yogyakarta rumah Joglo dikenal dengan sebagai Joglo Keraton yang identik dengan bangunan Bangsal Kencono. Bangunan ini kemudian mempengaruhi perkembangan perumahan di Yogyakarta, karena masyarakatnya masih memegang teguh konsentris kehidupan keraton. Rumah Joglo Yogyakarta baik di kalangan keraton maupun rakyat, memiliki aksen bangunan tradisional Jawa dengan ciri atap berbentuk bubungan tinggi seperti gunungan yang namanya atap meru bertumpuk tiga. Uniknya, walaupun tidak bertipologi rumah panggung, rumah joglo ini sudah dikembangkan dengan konsep anti gempa, mengacu pada geografis Yogyakarta yang berada di lempengan rawan gempa. Filosofi dan Makna Arsitektur Suku Jawa umumnya memaknai rumah sebagai hunian yang berarti sesuatu dengan batasan baik secara vertikal maupun horizontal. Rumah juga merupakan pusat interaksi dengan sesama, sehingga bangunan rumah didesain sedemikian rupa untuk menciptakan kenyamanan dan kebahagian. Masyarakat Yogyakarta memegang teguh kepercayaan yang mengarah pada konsep hubungan antara Laut Selatan sumbu bawah, kota Yogyakarta sumbu tengah dan Gunung Merapi sumbu atas. Kepercayaan ini kemudian melahirkan aturan tata letak dalam membangun rumah di Yogyakarta. Bangunan Joglo keraton mempunyai orientasi arah ke utara menghadap Gunung Merapi, yang dipercaya sebagai titik pusat kekuatan alam. Sedangkan joglo rakyat dibangun dengan arah hadap ke selatan menuju laut Selatan. Filosofi sumbu ini juga memberi makna keseimbangan. Implementasinya adalah pemilihan bangun persegi sebagai bentuk dasar rumah Joglo, yang memberikan kesan simetris, kokoh dan seimbang. Kepercayaan terhadap sumbu atas yang berada di Gunung Merapi menginsipirasi bentuk atap Meru di rumah Joglo, yakni peratapan brunjung yang menjulang tinggi ke atas. Ciri Khas dan Keunikan A. Konstruksi Rumah 1. Struktur Atap Esensi dasar bentuk atap rumah Joglo Yogyakarta adalah bertingkat dari atap brunjung, atap penanggap, dan atap emper. Atap brunjung menjulang ke atas dengan bentuk lebih kecil dan curam. Sementara atap di bawahnya penanggap dan emper berbentuk trapesium landai dan melebar ke bawah. Berdasarkan susunannya, atap Joglo dibedakan menjadi Lambang Gantung dan Lambang Sari. Ciri atap Lambang Gantung pada rumah Joglo adalah terdapat celah antar susunan atap yang bermanfaat sebagai ruang sirkulasi udara. Sedangkan karakteristik atap Lambang Sari yaitu disusun secara langsung tanpa celah dari atap brunjung sampai atap emper. Perkembangan susunan dan ukuran masing-masing atap dalam rumah Joglo ini kemudian memunculkan beraneka macam jenis Joglo. 2. Struktur Tiang Utama Atap rumah Joglo ditopang oleh empat tiang utama yang disebut saka guru sebagai cerminan manunggaling kiblat papat kekuatan berasal dari empat penjuru mata angin. Lazimnya saka guru memiliki ukuran yang lebih besar daripada tiang penyokong lainnya. Saka guru berafiliasi dengan tumpang sari tumpukan balok berlapis-lapis di atas tiang membentuk ciri khas yang hanya dimiliki oleh rumah Joglo. Masing-masing saka guru disambung oleh struktur penghubung yang disebut tumpang dan sunduk. Sunduk ini merupakan konstruksi penyiku yang berfungsi sebagai stabilisator agar tiang terpancang kuat dan mampu menahan goncangan. B. Konfigurasi Ruangan Rizqi Allam, 2018 Konfigurasi ruang dalam rumah Joglo Yogyakarta dibedakan menjadi ruang publik pendopo depan, semi publik pringgitan, privat ndalem dan senthong serta ruang semi privat dapur, gandhok, dan pekiwan. Salah satu komposisi unik dalam rumah Joglo adalah adanya pringgitan, yaitu lorong yang menghubungkan pendopo dengan rungan ndalem yang ada di omah njero. Memiliki konstruksi tiga pintu depan. Sumber Rumah Joglo juga memiliki tiga buah pintu yang berjajar, pintu tengah sebagai pintu utama bernama kupu tarung diperuntukkan untuk keluarga besar. Sementara dua pintu di sebelah kanan dan kiri adalah pintu untuk besan, sebagai representasi bahwa tamu adalah bagian yang terhormat, sehingga harus memiliki tempat dan tata krama tersendiri untuk menyambutnya. C. Desain anti Gempa Rong-rongan di rumah Joglo. Sumber Prihatmaji, 2007 Detail Konstruksi anti dempa. Sumber Prihatmaji, 2007 Konstruksi penahan gempa pada rumah Joglo terbagi menjadi dua model, yakni penggunaan rong-rongan umpak-saka guru-tumpangsari dan pembebanan bangunan sebagai upaya penahan gaya lateral. Core in frame dari desain anti gempanya terdapat pada kombinasi struktur rong-rongan yang menjadi inti kekuatan dengan struktur rangka ruang saka samping-blandar-usuk yang memberikan kekakuan. Jenis Rumah Adat Yogyakarta A. Rumah Joglo Keraton Sejarah Bangsal Kencana. Sumber Keraton dalam kosmologi masyarakat Yogyakarta dianggap sebagai episentrum atau pancer. Kedudukan keraton mempunyai pengaruh besar terhadap unsur kehidupan di sekelilingnya, termasuk dalam perkembangan bentuk rumah hunian. Tipologi rumah Joglo sudah dikembangkan di Keraton Yogyakarta sejak Sri Sultan Hamengku Buwono I yaitu pada bangunan Ndalem Ageng dengan model Joglo Sinom beratap Lambang Gantung. Dan pada masa Sultan Hamengku Buwono II di tahun 1792 dimulailah pembangunan Bangsal Kencono, yang diakui sebagai representasi Joglo Keraton dalam sejarah rumah adat Yogyakarta. Bangsal Kencana merupakan pancer keraton dengan arsitektur paling indah. Posisinya berada di pelataran Kedathon di pusat kawasan Kearton Yogyakarta. Secara khusus Bangsal Kecana menjadi tempat pelaksanaan upacara atau ritual adat keraton, sebagai contoh adalah prosesi penobatan Sultan Keraton Yogyakarta. Macam macam Joglo Keraton 1. Joglo Jompongan Wibowo, Gatut M. dan Sukirman, 1998 Rumah dengan tipe Joglo Jompongan memiliki dua pengeret balok melintang yang menghubungkan antar tiang dengan bentuk rumah cenderung persegi panjang. Konstruksi bangunannya terdiri dari 16 saka tiang dengan atap lengkap brunjung, penanggep dan emper. 2. Joglo Sinom Wibowo, Gatut M. dan Sukirman, 1998 Rumah dengan jenis Joglo Semar memiliki atap berlapis tiga dengan bagian ujungnya berbentuk wuwung. Tiangnya terdiri dari 36 buah dengan 4 diantaranya adalah saka guru. Bentuk bangunnay adalah persegi dengan panjang sisi yang sama. Joglo Sinom ini diterapkan pada pembangunan Ndalem Ageng Keraton Kaswarganan Yogyakarta. 3. Joglo Pangrawit Wibowo, Gatut M. dan Sukirman, 1998 Joglo Pangrawit merupakan jenis rumah dengan atap yang memiliki regangan bertipe Lambang Gantung. Masing masing regangan antara brunjung-penanggep dan penanggep-emper penith ditopang oleh saka benthung. Tiangnya berjumlah 36, membentuk komposisi rumah berbentuk persegi panjang. Rumah jenis ini digunakan pada Bangsal Pengrawit di dalam komplek keraton. 4. Joglo Mangkurat Wibowo, Gatut M. dan Sukirman, 1998 Joglo Mangkurat memiliki desain mirip dengan Joglo Pangrawit. Bedanya, bangunannya memiliki ukuran yang lebih besar dan tinggi dan masing-masing regangan atap tidak dipancang dengan saka benthung. Regangan antara atap brunjung dan emper pada Joglo Mangkurat dihubungkan dengan balok lambangsari. Tiang penopangnya berjumlah 44 dan bangunannya berbentuk persegi panjang. Joglo jenis ini dipakai pada Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta. 5. Joglo Trajumas Bangsal Trajumas. Sumber Rumah Joglo Trajumas memiliki pengeret berjumlah tiga buah. Atapnya tersusun dari atap brunjung yang tinggi diikuti atap penanggap dan emper yang disusun tanpa sekat. Pola penggunaannya dapat dilihat pada Bangsal Trajumas Keraton Yogyakarta. 6. Joglo Semar Tinandu Wibowo, Gatut M. dan Sukirman, 1998 Regol Danapratapa. Sumber Joglo Semar Tinandu banyak dipakai sebagai konstruksi regol atau pintu gerbang utama, seperti yang terlihat pada regol Masjid Gedhe Yogyakarta ataupun regol di kawasan keraton, salah satunya regol Danapratapa. Karakteristiknya adalah memiliki 2 pengeret yang ditopang oleh 2 saka guru. Beberapa modifikasi dari Joglo Semar Tinandu berupa penggantian saka guru menjadi beteng pagar tembok. Komposisi Ruang dan Keterangannya Wibowo, Gatut M. dan Sukirman, 1998 Kawasan Keraton Yogyakarta terbagi menjadi bagian depan, inti dan belakang dengan komposisi ruangan yang berbeda sesuai dengan kepentingannya. Secara umum, tipologi bangunan di Joglo Keraton dibedakan menjadi dua, yaitu bangsal struktur bangunan pendopo tanpa dinding dan gedhong struktur bangunan yang dilengkapi dinding. Komposisi ruangannya terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu pendopo, pringgitan dan ndalem yang kemudian dilengkapi dengan ruang pendukung lainnya. 1. Rancang Bangun Pendopo Pintu gerbang berada di susunan paling depan rumah Joglo Keraton dan dikenal dengan nama regol. Ada rumah yang memiliki satu regol diletakkan di ujung kanan dan ada yang memiliki dua berimbang di kiri dan kanan. Sumur juga biasa berada di sayap depan bagian kanan, sebelah dalam regol. Pendopo di rumah Joglo Keraton tidak hanya berfungsi untuk menerima tamu, tetapi sering juga dipakai sebagai panggung pagelaran kesenian. 2. Rancang Bangun Pringgitan Pringgitan adalah penghubung antara bagian pendopo dengan bagian ndalem rumah. Pada konstruksi Joglo Keraton, antara pendopo dengan pringgitan terdapat ruang sela kecil yang disebut longkangan sebagai jalan masuk kendaraan pemilik rumah. Beberapa rumah dilengkapi dengan kuncung di areal depan pendopo sebagai garasi kendaraan. 3. Rancang Bangun Ndalem Bagian ndalem atau juga dikenal dengan omah njero adalah bagian utama dari susunan rumah Joglo. Ruangan ndalem terdiri dari senthong kamar kiri dan kanan yang memiliki fungsi sebagai ruang tidur, serta senthong tengah untuk penyimpanan benda pusaka sekaligus tempat peribadatan. Pintu Seketheng. Sumber Di sekeliling ndalem dibangun ruangan tambahan berbentuk leter U yang diberi nama gandhok. Gandhok difungsikan sebagai ruang tidur anak perempuan gandhok kiri dan anak laki-laki gandhok kanan serta kamar tamu untuk kerabat yang menginap. Sementara sayap belakang yang menyatu dengan gandhok merupakan bangunan pawon dapur. Bagian rumah ndalem dan gandhok dihubungkan dengan pintu kecil yang disebut seketheng. 4. Rancang Bangun Pawon Dapur atau di Jawa dikenal dengan nama pawon adalah ruang tambahan yang susunan paling belakang dalam rumah Joglo. Pawon bagi masyarakat Jawa tidak hanya berfungsi untuk memasak, tetapi merupakan manifestasi dari hasil kerja keras yang diwujudkan dalam bentuk hidangan makanan. Bangunan pawon terhubung dengan pekiwan atau struktur bangunan yang digunakan sebagai kamar mandi dan toilet. Filosofi, Keunikan dan Ciri Khas Bangsal Kencana menggunakan tipologi rumah Joglo jenis Sinom-Mangkurat. Perpaduan ini menghasilkan bentuk atap yang unik, karena menggabungkan dua jenis atap sekaligus, yakni Lambang Gantung menghubungkan atap Brunjung dengan atap Penanggap serta Lambang Sari pertemuan antara atap Penanggap dan atap Emper. Keunikan lainnya tercermin dari uleng berjumlah 6 kebanyakan 2 sebagai wujud kewibawaan keraton Yogyakarta. Ornamen yang berada di dalam Bangsal Kencana memiliki nuansa hijau dan putih sebagai bentuk sense of belongings terhadap semesta yang menjadi sumber kehidupan manusia. Selain itu, motif yang digunakan merupakan perpaduan budaya Jawa, Tiongkok, Portugis dan Belanda. B. Rumah Joglo Rakyat Asal usul Awal perkembangannya, rumah Joglo hanya digunakan di lingkungan keraton dan para bangsawan, karena rumah hunian dianggap sebagai visualisasi strata sosial pemiliknya. Terlepas dari itu, pembangunan rumah Joglo membutuhkan biaya yang besar sehingga tidak semua kalangan dapat melakukannya. Rakyat di luar keraton Yogyakarta mulanya hanya menggunakan model rumah kampung. Berdasarkan pakem hidup masyarakat yang masih menganut konsentris keraton, bentuk atap meru berlapis Joglo kemudian mulai berpengaruh ke kalangan rakyat biasa. Keluarnya bentuk Joglo ke rakyat ini sudah mengalami beberapa modifikasi dan penyederhanaan. Tujuannya adalah untuk mengurangi biaya pembuatan dan perawatan rumah Joglo yang mahal. Macam macam Rumah Joglo Rakyat Rumah Joglo yang berkembang banyak sekali mengalami modifikasi, utamanya adalah variasi pada bentuk atap. Berikut ini adalah berbagai jenis rumah Joglo beserta gambar dan keterangannya 1. Joglo Lawakan Rumah dengan desain Joglo Lawakan umumnya mempunyai usuk kerangka penopang atap menyerupai bentuk payung karena susunanya semakin melebar ke bawah. Tiang penyokongnya berjumlah 16 dengan empat tiang di tengah berperan sebagai saka guru. Memiliki empat sisi atap yang bersusun tiga brunjung, penanggap dan emper dan bentuk rumah persegi panjang. 2. Joglo Ceblokan Rumah bergaya Joglo Ceblokan memiliki konstruksi tiang yang disebut saka pendhem karena tiangnya terpendam menancap ke dalam lantai. Hal ini berbeda dengan bentuk Joglo lain yang menggunakan umpak bantalan tiang. Beberapa rumah tipe Ceblokan tidak menggunakan sunduk. 3. Joglo Apitan Atap brunjung pada Joglo Apitan menjulang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah Joglo jenis lain. Hal ini disebabkan ukuran pengeret yang lebih pendek, sehingga dari luar struktur rumahnya menjadi kecil dan ramping. Susunan atapnya merenggang di pertemuan atap brunjung dengan penanggap. Rumahnya ditopang oleh 16 tiang dengan bentuk dasar bangunannya adalah persegi panjang. 4. Joglo Wantah Apitan Rumah Joglo Wantah Apitan memiliki bentuk menyerupai Joglo Apitan. Hanya saja jenis rumah ini memiliki jumlah tumpang, singup dan takir sebanyak lima buah. Atapnya bersusun tiga dengan model atap brunjung tinggi dan tidak memiliki regangan antar penghubung atap. Bagian Rumah dan Penjelasannya Rizqi Allam, 2018 Konfigurasi ruang pada rumah Joglo rakyat lebih sederhana dibandingkan dengan rumah Joglo Keraton. Komposisinya secara umum sama memiliki pendopo, pringgitan dan omah njero ndalem. Namun terdapat struktur yang disederhanakan dalam susunan ruangan rumah Joglo rakyat, yakni tidak adanya jalan masuk longkangan diantara pendopo dan pringgitan, serta tidak ada pula bangunan gandhok di sayap kiri dan kanan rumah. Perbedaan lainnya terdapat pada fungsi senthong. Pada Joglo rakyat, senthong kiwa digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benda pusaka ataupun senjata. Senthong tengah difungsikan untuk gudang penyimpanan benih tanaman yang akan ditanam, serta beberapa juga difungsikan sebagai ruang ibadah. Sementara senthong tengen lebih difungsikan sebagai kamar yang digunakan untuk tidur. Susunan pawon dan pekiwan tetap berada paling belakang, karena merupakan bagian kotor dan buang hajat. Ornamen Hias Ornamen di tumpangsari. Sumber Ornamen hias di umpak soko guru. Sumber Ragam hias dipakai pada rumah Joglo Yogyakarta terinspirasi dari tiga komposisi, yaitu flora tumbuhan, fauna hewan dan bentuk dari alam. Ornamen ini biasanya berupa ukiran yang dipahatkan pada kayu sebagai material utama penyusun rumah Joglo. Penempatan masing-masing ukirannya bervariasi, detail penjelasannya adalah sebagai berikut. A. Motif Flora Tumbuhan 1. Corak Lung-lungan Lung dalam bahasa Indonesia berarti sulur tanaman, coraknya biasa dijadikan ornamen ukir pada daun pintu maupun jendela. 2. Motif Soton Soton adalah motif ukir yang menggabungkan komposisi daun dan bunga, serta memanfaatkan bentuk geometris untuk mempermanis. Corak ini biasa dipakai pada blandar, sunduk, tumpang, ataupun pengeret. 3. Motif Wajikan Wajik adalah salah satu makanan tradisional Jawa yang biasanya disajikan dalam potongan belah ketupat. Bentuk ini menjadi inspirasi penciptaan motif wajikan, yang dilengkapi dengan daun dan bunga sebagai pusat perhatian. Motif ini biasa digunakan pada bagian tengah tiang atau sudut pertemuan balok kayu. 4. Motif Nanasan Motif ini mengambil bentuk buah nanas sebagai bentukan utamanya. Beberapa kalangan menyebutnya juga omah tawon karena bentuknya menyerupai rumah tawon yang tergantung. Corak nanasan biasa digunakan pada dada peksi maupun kunci blandar. 5. Motif Tlacapan Tlacap adalah motif segitiga yang berjajar dengan penambahan lung-lungan. Penempatan corak tlacapan adalah di ujung ataupun pangkal balok-balok kerangka. 6. Motif Patron Patron mengambil kata dari patra yang memiliki arti daun. Susunan motifnya ditempatkan untuk menghiasi blandar, dan balok kerangka atap lainnya. 7. Motif Padma Padma adalah bunga Teratai yang merupakan salah satu bunga yang disucikan bagi penganut kepercayaan Budha. Motif ini banyak disisipkan pada umpak bantalan tiang. B. Motif Fauna Hewan 1. Motif Kemamang Filosofi kemamang adalah menelan segala sesuatu, yang berarti diharapkan corak ini dapat menjadi penolak hawa jahat yang akan masuk. Oleh karenanya motif kemamang ditempatkan di regol pintu masuk. 2. Motif Garuda Peksi Garuda peksi dipercaya sebagai suatu lambang penumpas kejahatan. Penggunaan corak ini adalah di regol dan bubungan atap. C. Motif Alam 1. Motif Gunungan Gunungan memegang filosofi tertinggi dalam masyarakat jawa, oleh karenanya bentuk ini diambil sebagai salah satu corak ukir. Motif ini biasa dipakai sebagi ornamen hias di bubungan rumah. 2. Motif Praba Corak ini memberikan ilustrasi tentang sinar sehingga penempatannya berada di tiang bagian bawah pada bangunan utama. 3. Motif Mega Mendhung Mega Mendhung adalah awan berwarna putih dan hitam sebagai cerminan sifat baik dan buruk. Corak ini menjadi ukiran pada jendela maupun pintu. Jadi demikian detail penjelasan mengenai salah satu warisan tangible berupa rumah adat Yogyakarta. Walaupun rumah-rumah tradisional sudah banyak tergerus dengan bangunan modern, melalui pemahaman yang baik ini semoga eksistensinya tetap terjaga, ya. So, di masa depan kita semua masih bisa menikmati keindahan rumah-rumah adat ini secara langsung tidak hanya sekedar foto.
Rumahgadang ternyata tidak sekedar dijadikan tempat tinggal masyarakat Sumatera Barat, tetapi juga dijadikan tempat untuk merawat anggota keluarga yang sedang sakit, tempat untuk melaksanakan upacara, dan sebagai sebuah lambing sebuah adat. 5. Rumah Adat Provinsi Riau. safe-culture.blogspot.com.
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah daerah istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan bekas Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Pariwisata Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya objek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Berikut beberapa wisata yang berada di DIY Museum Hamengku Buwono IX di dalam kompleks Keraton Yogyakarta Candi Prambanan Candi Borobudur Tugu Yogyakarta Aspek Seni 1. Batik salah satu kerajinan khas Indonesia terutama daerah Yogyakarta. Batik Yogya terkenal karena keindahannya, baik corak maupun warnanya. Menurut teknik -Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. -Batik cap adalah kain yang dihias dibentuk dengan menggunakan capbiasanya terbuat dari tembaga. -Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih. 2. Wayang pengrajin wayang banyak terdapat di daerah pasar ngasem, bahan-bahan dari wayang ini terbuat dari kulit sapi dan kerbau, sehingga tidak merusak dan awet. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar. 3. Tarian-Tarian Daerah Istimewa Yogyakarta a. Tari Serimpi Sangupati tarian keraton pada masa lalu disertai suara gamelan dengan gerak tari yang lebut dan menawan hati. b. Tari Bedaya merupakan tarian keraton yang ditarikan oleh 9 putri dengan irama yang lemah gemulai dan lembut. c. Tari Merak suatu tari yang mengisahkan keindahan dan kebebasan alam bebas yang dialami burung merak. Rumah Adat Rumah adat DIY dinamakan Bangsal Kencono Kraton Yogyakarta merupakan sebuah bangunan pendopo. Halamannya sangat luas, ditumbuhi tanaman dan dilengkapi beberapa sangkar burung. Di depan Bangsal Kencono terdapat dua patung dari Gupolo, sang raksasa yang memegang gadasejenis alat pemukul. Bangsal Kencono Pakaian Adat Pria Yogyakarta menggunakan pakaian adat berupa tutup kepala destar, baju jas dengan leher tertutup dan keris yang terselip di pinggang bagian belakang. Mengenakan kain batik yang bercorak sama dengan sang wanita. Sedangkan wanitanya memakai kebaya dan kain batik. Perhiasannya berupa anting-anting, kalung dan cincin. Dan pada wanita menggunakan sanggul kepala. Upacara Adat Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Saparan Bekakak Upacara adat saparan bekakak merupakan ritual yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I. Ritual yang digelar sebagai bentuk permohonan keselamatan warga Gamping ini disebut Saparan Bekakak karena dalam pelengkap upacaranya terdapat sepasang pengantin boneka bekakak yang disembelih sebagai simbol persembahan. Yang menarik dalam upacara ini, sepasang pengantin bekakak akan diarak menuju tempat penyembelihan yakni Gunung Gamping dan Gunung Kiling. 2. Tradisi Nguras Enceh Upacara Nguras Enceh atau mengganti air gentong adalah tradisi yang dilakukan pada setiap sura khususnya pada hari Jumat Kliwon bertempat di kompleks makam Raja-Raja Mataram, Imogiri, empat gentong yang akan dikuras dalam acara ini. Keempatnya merupakan hadiah dari Kerajaan Palembang, Kerajaan Aceh, Kerajaan Ngerum Turki, dan Kerajaan Siam Thailand kepadaSultan Agung 1613-1645 sebagai penguasa Kerajaan Mataram saat itu sebagai tanda persahabatan. Sebelum upacara ini digelar, dilakukan Upacara Ngarak Siwur Siwur = gayung air dari batok kelapa dengan tangkai bambu dengan arak-arakan prajurit menuju kompleks makan Raja-raja Imogiri. Setelah itu, upacara nguras Enceh dimulai oleh abdi dalem Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Yang menarik air cidukan dari gentong tersebut selalu diperebutkan warga karena dianggap memiliki tuah tertentu. 3. Tradisi Cupu Panjala Upacara ini digelar setiap pasaran Kliwon di penghujung musim kemarau pada bulan Ruwahkalender Jawa bertempat di Desa Mendak Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Masyarakat mempercayai bahwa gambar yang terlihat dalam lapisan kain mori pembungkus cupu merupakan ramalan peristiwa setahun ke depan. Baik itu menyangkut keadaan sosial, perekonomian, lingkungan hidup, bahkan dunia politik. sumber
. 3hzexxa6o3.pages.dev/933hzexxa6o3.pages.dev/3163hzexxa6o3.pages.dev/2643hzexxa6o3.pages.dev/3893hzexxa6o3.pages.dev/633hzexxa6o3.pages.dev/1323hzexxa6o3.pages.dev/1963hzexxa6o3.pages.dev/1403hzexxa6o3.pages.dev/88
kebudayaan yogyakarta lengkap beserta gambar dan penjelasannya